Sponsor

Jumat, Desember 25, 2009

Sistem Pilkada Masih "Gelap Gulita”

RIAU, MP - Rapat kerja gubernur seluruh Indonesia yang berlangsung di Pekanbaru, Provinsi Riau baru-baru ini justru menghasilkan hal yang tidak jelas alias "gelap gulita". Pada kenyataannya pendapat yang mereka sampaikan malahan tidak sejalan dengan wacana yang muncul di kalangan pimpinan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) di Jakarta.

"Pemilihan gubernur melalui DPRD (dewan perwakilan rakyat daerah, red) sama saja menghambat demokrasi.. Kalau ada alasan menghemat biaya, maka bisa dilakukan secara serentak," ujar seorang aktor terkenal yang kini memangku jabatan sebagai Wakil Gubernur Jawa Barat Yusuf Macan Effendi alias Dede Yusuf.

Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dalam berbagai kesempatan telah berulang kali melontarkan gagasan agar pemilihan gubernur pada masa mendatang tidak lagi dilakukan melalui pemilihan umum kepala daerah (pilkada) secara langsung tapi dilaksanakan oleh DPRD provinsi setempat.

Ide yang sama juga dilontarkan Mardiyanto, ketika masih menjadi Menteri Dalam Negeri sebelum digantikan Gamawan Fauzi, yang sebelumnya adalah gubernur Sumatra Barat.

Alasan yang dilontarkan Gamawan dan Mardiyanto pada dasarnya adalah sama, yakni pemilihan gubernur oleh rakyat secara langsung terlalu mahal dan menyita waktu serta pikiran.

Mereka mencontohkan, pemilihan gubernur Jawa Timur belum lama ini telah menghabiskan dana yang tidak sedikit. "Pemilihan gubernur Jawa Timur sedikitnya telah menghabiskan dana tidak kurang dari Rp80 miliar," jelasnya.

Pemiihan gubernur Jatim itu selain berlangsung dua putaran, juga telah diajukan ke forum peradilan karena calon yang kalah merasa tidak puas.

Karena itulah, Depdagri kemudian melontarkan pikiran atau wacana agar pemilihan gubernur tidak lagi oleh rakyat secara langsung tapi lewat DPRD setempat, dengan alasan utama untuk menghemat biaya karena masih sangat terbatasnya anggaran pemerintah.

Ternyata pendapat Dede Yusuf tersebut didukung oleh Gubernur Riau, Rusli Zaenal yang mengatakan bahwa pemilihan gubernur oleh rakyat secara langsung menumbuhkan rasa percaya diri kepada pejabat itu bahwa mereka memang mendapat dukungan dari mayoritas rakyatnya.

"Pemilihan langsung memberikan rasa percaya diri terhadap gubernur terpilih karena merupakan hasil legalitas dari pemilihan oleh rakyat," kata Rusli yang kini memangku masa jabatan yang ke dua.

Namun, ternyata pendapat yang sangat herlainan justru dilontarkan oleh seorang wanita yang kini menjadi Wakil Gubenur Jawa Tengah, Rustriningsih, mantan bupati.

"Pemiihan gubernur lewat DPRD mewujudkan efisiensi jika dibanding dengan pemilihan langsung yang memboroskan anggaran negara," kata Rustriningsih.

Kajian

Pada 2010, sedikitnya akan berlangsung tujuh hingga sembilan pemilihan gubernur, karena pejabat yang lama akan segera menghabiskan masa jabatannya.

Dengan demikian sejak awal, pemerintah harus sudah mempunyai pegangan hukum apakah pemilihan gubernur akan tetap seperti sekarang secara langsung oleh rakyat, atau cukup oleh DPRD atau ada formula "penengah".

Ketika mengomentari sikap pro dan kontra ini, seorang Staf Ahli Mendagri, Ngadisah melontarkan ide yang cukup menarik direnungkan.

"Menurut pendapat pribadi saya, pemilihan gubernur baik oleh DPRD maupun oleh rakyat, sama-sama demokratis-nya," terang Ngadisah, yang merupakan staf Ahli Mendagri Bidang Polkam.

Ia menyarankan agar pemerintah melakukan kajian mendalam sehingga bisa diketahui sistem pemilihan yang terbaik dan paling cocok bagi pemilihan gubernur pada masa mendatang.

"Saya belum pernah mendengar atau mengetahui apakah kajian semacam ini sudah pernah dilakukan atau tidak. Kalau perlu dilakukan "pilot project" (proyek percontohan, red)," ucapnya.

Sementara itu, ketika berbicara tentang anggaran pilkada ini, Ngadisah mengingatkan bahwa jika seseorang yang akan menjadi gubernur, pasti telah menghabiskan dana miliaran rupiah, tentu setelah menjabat ia akan berusaha "mengembalikan" uang itu dengan berbagai cara yang pada akhirnya hanya membebani rakyatnya.

"Dia (gubernur baru itu, red) tentu ingin agar uangnya kembali dan akhirnya hal itu menjadi beban rakyat," katanya.

Seorang mantan anggota DPR, Ferry Mursidan Baldan pernah melontarkan pernyataan yang menentang pemilihan gubernur oleh DPRD, dengan alasan bahwa cara-cara ini mengurangi hak berdemokrasi rakyat.

Apa pun alasannya pihak yang pro dan kontra terhadap wacana pemilihan gubernur oleh DPRD, tentu harus mengingat pengalaman pahit di Provinsi Maluku Utara, yang pada 2008 menghasilkan Gubernur Thaib Armayin.

Thaib yang bersaing dengan Abdul Gafur harus berjuang mati-matian untuk meraih posisi tertinggi di Maluku Utara. Namun selama masa pemilihan gubernur itu, entah berapa banyak orang yang menjadi korban akibat perseteruan kedua calon gubernur itu. Ada rumah-rumah yang dibakar dalam persaingan yang sengit itu.

Aparat keamanan baik Polri maupun TNI harus `mandi keringat` akibat demonstrasi yang berulang kali dilancarkan ke dua pihak.

Situasi yang tak jelas ujung pangkalnya juga terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga pemerintah pusat akhirnya harus menetapkan pejabat sementara gubernur Sulsel. Pejabat Gubernur Tanribali Lamo kemudian memperingatkan jajaran pemda untuk bersikap netral dan keadaan serupa juga terjadi di Provinsi Lampung .

Karena itu Mendagri, yang merupakan atasan para gubernur harus segera mengambil keputusan untuk menentukan sistem pemilihan mana yang dianggap terbaik, walau apa pun putusan yang ditempuh akan tetap muncul sikap pro dan kontra.(red/*b8)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails

Pengikut