Sponsor

Minggu, Juni 07, 2009

Warga Perbatasan Banyak Ber-KTP Ganda

SAMARINDA, MP - Badan Pengelola Perbatasan, Pedalaman dan Daerah Terpencil (BP3DT) mengakui bahwa warga di perbatasan Kalimantan Timur (Kaltim) banyak yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) ganda, yakni KTP Indonesia dan Malaysia

"Sebagian warga perbatasan memiliki KTP (kartu tanda penduduk) ganda, Indonesia dan Malaysia. Secara ekonomi hal itu menguntungkan bagi warga perbatasan karena mereka bisa bertransaksi dagang dengan mudah di negeri jiran. Namun, dari sisi politis dan keamanan, hal itu mengkhawatirkan karena mereka bisa dimanfaatkan Malaysia," kata Ketua BP3DT, Hendy Patton di Samarinda.

Hendry Pantton yang selama ini dikenal sebagai pemerhati dan peneliti masalah perbatasan dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda menjelaskan bahwa dari dulu hingga kini memang banyak warga perbatasan Kaltim yang eksodus ke Malaysia.

Hal itu terjadi karena faktor ekonomi atau kesejahteraan warga setempat yang minim, sementara warga di Malaysia (Timur) lebih menjanjikan.

Kondisi kawasan perbatasan Indonesia yang serba tertinggal, terbelakang dan terisolir menjadi alasan utama banyak warga berpaling ke Malaysia.

Penduduk Kaltim di perbatasan biasanya menjual hasil bumi serta berbelanja berbagai kebutuhan pokok di Malaysia, karena jaraknya lebih dekat ketimbang kota di wilayah Indonesia.

Kondisi tersebut menyebabkan berbagai harga kebutuhan pokok di kawasan perbatasan bisa mencapai tiga kali lipat ketimbang harga normal di sejumlah kota di Indonesia.

"Memang banyak warga yang eksodus ke Malaysia namun itu hanya bersifat insidentil. Eksodus ini dilakukan ketika warga usai menanam benih di ladangnya. Nah, sambil menunggu panen itu warga perbatasan bekerja di Malaysia. Namun setelah panen tiba, mereka akan kembali lagi ke daerahnya di wilayah Indonesia," katanya.

Ia memaparkan bahwa berbagai masalah di perbatasan, termasuk masalah memanasnya hubungan Indonesia-Malaysia terkait Blok Ambalat tidak terlepas dari kondisi ketertinggalan pembangunan di kawasan itu.

Terkait dengan masalah itu, kata dia, permintaan Kaltim kepada pusat untuk mengalokasikan dana untuk membangun kawasan perbatasan sangat realistis.

"Butuh dana puluhan miliar apabila kita benar-benar ingin mengembangkan kawasan perbatasan untuk menyaingi pembangunan di wilayah Malaysia," katanya.

Dana yang dibutuhkan memang cukup besar karena dimanfaatkan untuk membangun berbagai infrastruktur di kawasan perbatasan, mengingat wilayah yang harus ditangani sangat luas atau panjangnya sekitar 1.082 km membentang dari Kutai Barat, Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau. Tiga daerah itu berbatasan langsung (darat dan laut) dengan Malaysia Timur.

"Kita optimistis bahwa pada tahun-tahun mendatang dana pembangunan kawasan perbatasan akan terus meningkat, mengingat masalah perbatasan sebenarnya bukan sebatas tanggung jawab daerah," katanya.

BP3DT kini telah menyiapkan berbagai strategi untuk mempercepat pembangunan kawasan perbatasan, dengan memperkuat kelembagaan dan pembangunan desa di kawasan itu.

"Sejumlah desa berstatus tertinggal di kawasan perbatasan harus segera diatasi, pembangunan infratrusktur dipercepat serta pendekatan pembangunan tidak sekedar keamanan namun juga pendekatan kesejahteraan," katanya.

Kesalahan Orde Baru dalam menangani masalah perbatasan, yakni menggunakan pendekatan keamanan semata dengan mengabaikan pendekatan kesejahteraan sehingga banyak warga perbatasan memiliki ketergantungan ekonomi dengan wilayah Malaysia.

"Kita akan terus berkoordinasi dengan TNI karena pendekatan keamanan sudah tentu tanggung jawab mereka," katanya.

Salah satu upaya untuk mengembangkan sektor ekonomi di kawasan perbatasan, yakni mengembangkan perkebunan sawit skala luas.

Apabila sektor agribisnis ini berjalan dengan baik, diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja serta mengatasi persoalan TKI yang selama ini banyak bekerja pada sejumlah perusahaan perkebunan di Malaysia.(rus/ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts with Thumbnails

Pengikut