KUDUS, MP - PMI Cabang Kudus, Jawa Tengah menemukan darah pendonor yang mengandung penyakit hepatitis hingga 15 kantung darah per bulannya.
"Selama ini, jenis penyakit berbahaya yang sering terdeteksi dari para pendonor adalah hepatitis," kata Kepala Unit Tranfusi Darah (UTD) PMI Cabang Kudus, Muhamad Yusuf Hisam, di Kudus, Sabtu (11/7).
Hanya saja, kata dia, jumlah kantong darah yang ditemukan mengandung penyakit hepatitis masih minim, berkisar antara 10 kantung hingga 15 kantung per bulannya dari sekitar 1.200 kantung darah yang berhasil dikumpulkan selama sebulan dari para pendonor.
"Mengingat terkontaminasi hepatitis, darah pendonor tersebut tidak dapat dipakai lagi, karena bisa membahayakan pasien penerima darah," katanya.
Adanya temuan tersebut, biasanya ditindaklanjuti dengan berkoordinasi terhadap pihak terkait agar mendapatkan pengobatan segera.
Ia mengatakan, temuan tersebut didapat sejak PMI Kudus memiliki alat pendeteksi setiap darah yang mengidap hepatitis atau penyakit lainnya dari pendonor, sejak beberapa tahun yang lalu.
"Alat yang kami miliki memiliki akurasi pendeteksian penyakit dalam darah hingga 100 persen," ujarnya.
PMI Cabang Kudus, lanjut dia, setiap harinya selalu menerima permintaan darah dari sejumlah pihak sebanyak 40 kantong.
"Selain melayani permintaan darah dari dalam kota, kami juga melayani permintaan dari luar kota. Rata-rata per hari bisa mencapai 10 kantong, dengan catatan stok tersedia," ujarnya.
Sedangkan stok yang tersedia saat ini mencapai 167 kantong, terdiri golongan darah B sebanyak 36 kantong, golongan darah O sebanyak 44 kantong, golongan darah A sebanyak 68 kantong, dan golongan darah AB sebanyak 19 kantong.
"Jumlah tersebut tidak akan menjamin ketersediaan stok darah, jika tidak ada aksi donor darah dari sejumlah mitra PMI," katanya.
Untuk itu, kata dia, pihaknya rutin melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar bersedia menjadi mitra PMI Kudus.
"Selama ini, jumlah mitra yang menjadi pendonor tetap mencapai 3.000 orang. Sebagian besar merupakan karyawan perusahaan di Kudus," ujarnya.
Sementara jumlah mitra yang tergabung dalam kelompok pendonor darah Indonesia di Kudus mencapai 15.000 orang.
"Meskipun jumlah mitra sangat banyak, kami tetap harus bekerja keras untuk mendapatkan stok darah, kebutuhan rata-rata per hari mencapai 40 kantung," ujarnya.
Ia berharap, pemerintah setempat turut membantu PMI Kudus, terutama untuk tempat penyimpanan darah trombosit belum dimiliki.
"Kami sudah memiliki alat untuk memproses darah pendonor menjadi trombosit atau yang lainnya, tetapi alat penyimpannya belum ada," ujarnya.
Kalaupun ada, katanya, hanya berfungsi untuk menyimpan darah biasa dengan jangka waktu hingga tiga minggu.
"Akan tetapi, jika tersedia alat penyimpan khusus trombosit, maka stok trombosit akan tersedia, karena dapat disimpan lebih dari lima hari," ujarnya.
Selain kendala alat penyimpanan trombosit, PMI Kudus juga membutuhkan dukungan dana yang cukup dari pemerintah.
"Berdasar PP Nomor 18 tahun 1950, peran pemerintah sudah jelas memberikan mandat untuk pengelolaan darah kepada PMI. Seharusnya, disertai pula dana pembiayaannya," ujar Sektretatis PMI Cabang Kudus, Koesoebadri.
Kalaupun ada bantuan, katanya, hanya insidental dalam bentuk peralatan. Sedangkan bantuan dana dari pemerintah daerah hanya Rp10 juta per tahun.
"Idealnya, perbulan mendapatkan dana untuk operasional hingga Rp300-an juta," ujarnya.
"Terlebih lagi, biaya untuk setiap kantung darah mencapai Rp250 ribu, sedangkan subsidi dari pemerintah hanya Rp120 ribu per kantung," ujarnya.
Besarnya biaya tersebut, disebabkan oleh harga untuk pembelian kantung darah dan cairan khusus untuk mendeteksi penyakit dalam darah pendonor cukup mahal karena produk impor.
"Selain itu, syarat minimal, setiap darah harus terbebas dari empat macam penyakit, yakni hepatitis B dan C, HIV/AIDS, dan sifilis," ujarnya. (mp/ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar