SERANG, MP - Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) se-Jawa dan Lampung yang menyatakan kesenian tradisional debus haram dinilai asal-asalan dan tidak mempertimbangkan aspek budaya, dan sosiologis masyarakat.
Hal itu disampaikan puluhan aktivis yang tergabung dalam Front Aksi Mahasiswa (FAM) Banten dan Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Banten, Rabu (18/8).
Pernyataan mahasiswa itu disampaikan lewat sebuah aksi unjuk rasa di Perempatan Ciceri, Kota Serang dengan cara menutup mulut menggunakan lakban hitam sebagai simbol penolakan atas rekomendasi MUI tentang pengharaman debus.
"Perlu diketahui jika debus itu adalah seni tradisional yang merupakan ciri khas Banten. Ketika itu hilang karena diharamkan oleh rekomendasi enam pengurus MUI se-Jawa dan Lampung ketika rapat koordinasi daerah (rakorda) Rabu (12/8) lalu, maka secara perlahan nantinya debus akan menghilang," kata kordinator aksi unjuk rasa, Maki.
Maki mengatakan rencananya hari Rabu (19/8) bersama beberapa pelaku debus di Banten, pihaknya akan bertandang ke Sekretariat MUI Banten yang terletak di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Kecamatan Curug, Kota Serang. Maksudnya adalah untuk berdialog tentang latar belakang dan imbas dari rekomendasi fatwa haram debus tersebut.
"Selama ini kami menilai MUI selalu membuat fatwa yang mengundang kontroversi di tengah masyarakat sendiri. Beberapa waktu lalu kita ingat bagaimana MUI mengeluarkan fatwa tentang haramnya facebook di internet, merokok, bahkan penggunaan telefon selular. Itu semua kurang mempertimbangkan aspek sosiologis warga," katanya.
Setelah melakukan orasi di perempatan Ciceri, para pengunjuk rasa akhirnya membubarkan diri dengan tertib.
Sementara itu Ketua MUI Banten Prof Dr KH Aminudin Ibrahim yang dihubungi secara terpisah mengatakan, rekomendasi fatwa haram debus itu jangan sampai digeneralisir.
Aminudin menegaskan, fatwa haram yang dimaksud MUI hanya berlaku pada debus yang mengandung dua hal saja.
"Pertama, dalam olah ketangkasannya dia bekerja sama dengan jin dan setan. Kedua, ada bacaan wirid dalam debus yang mencampuradukkan bahasa Alquran," katanya.
Hal ini, kata Aminudin, sangat bertentangan dengan akidah dan ia mengaku tidak sependapat. "Kalau debus yang hanya olah kekebalan tubuh karena latihan dan berpuasa tentu kami dukung, bahkan harus dilestarikan," kata Aminudin.
Ia juga mengaku, berdasarkan kajian dan penelitian pihaknya pada 2004 silam, ada pelaku debus di sebagian wilayah di Banten yang terkategori haram. Namun, Aminudin tidak menyebutkan kelompok debus dan asal daerahnya.
Bahkan Aminudin juga menegaskan, pihaknya sangat terbuka untuk berdialog dengan elemen warga manapun terkait kontroversi haram tidaknya debus. (red/b8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar