GARUT, MP - Bencana tanah longsor dan banjir lumpur di kampung Limus Tilu Rt 05/03 desa Cihudian, kecamatan Singajaya, Garut, Kamis (8/10), merenggut dua korban tewas dan dua lainnya menderita luka-luka.
Kedua korban tewas masing-masing Raim (78) dan anaknya Caca (25), sedangkan korban luka berat istri almarhum Raim Ny. Rumaenah (60) serta anak sulungnya Adah (30).
"Akibat musibah itu, rumah permanen mereka berukuran 42 m2 tergerus tanah longsor dan banjir lumpur sejak Kamis pagi," kata camat setempat Drs Asep Rahmat Solihin.
"Ny Rumaenah terpaksa dirujuk dari Puskesmas setempat ke RSU dr Slamet Garut akibat mengalami luka berat dan nyaris seluruh kulit pada tubuhnya terkelupas tergulung tanah longsor bersama puing bangunan rumahnya," ungkap camat.
Peristiwa pada awal musim penghujan yang turun semalam suntuk itu, juga menghancurkan sebagian bangunan lima rumah penduduk lainnya di kampung Sindangsari desa Sukawargi Singajaya, sehingga penghuninya terpaksa dievakuasi ke lokasi yang dianggap aman.
Lokasi kejadiannya masing-masing berjarak lima km dari kantor kecamatan, atau 65 km arah selatan dari pusat kota Garut, yang sebelumnya telah direkomendasikan oleh Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) sebagai kawasan rawan bencana karena kondisi topografi tanahnya sangat labil.
"Pemerintahan setempat kerap menyerukan agar warganya meningkatkan kewaspadaan setiap wilayahnya diguyur hujan," ungkap camat Asep.
Saat ini pihaknya telah menerima bantuan dari Dinsosnakertrans kabupaten antara lain berupa satu kuintal beras, namun yang juga mendesak diperlukan adanya bantuan bahan bangunan rumah.
Sementara itu, dalam waktu bersamaan, seorang penggali pasir yang dikenal dengan sebutan Dahlan alias Lalan (35), ayah empat anak terkubur hidup-hidup hingga tewas mengenaskan di blok Pasir Tegal kampung Pangauban RT.02/07, akibat tertimbun pasir pada tanah milik penduduk setempat Basri (84).
"Dua rekan seprofesinya juga mengalami luka berat dan peristiwa tersebut masih diselidiki jajaran Polsek setempat," kata camat Leles H. Yaya Warya.
"Praktek penggalian pasir itu, selama ini sulit dikendalikan meski merusak lingkungan karena pelakunya beralasan dilakukan pada tanah milik, yang kondisinya berbukit sehingga mudah longsor setelah diguyur hujan," tutupnya. (red/*b8)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar