JAKARTA, MP - Tingginya kekeruhan (turbidity) pasokan air baku dari Waduk Jatiluhur, Jawa Barat untuk konsumsi warga DKI Jakarta, coba diminimalisir dengan menyodet Kali Bekasi yang selama ini menjadi lokasi pencemaran pasokan air baku dari waduk Jatiluhur yang dikelola Perum Jasa Tirta (PJT) II ke penyedia air bersih di Jakarta seperti PT Aetra Air Jakarta dan PT Palyja.
Dari 90 titik pantau pihak PJT II yang dilakukan secara berkala, aliran air dari waduk Jatiluhur sepanjang 73 kilometer selama ini mengalami pencemaran tertinggi di Kali Bekasi dengan tingkat kekeruhan mencapai angka 10 ribu-28 ribu Number Of Turbidity (NTU). Padahal, batas toleransi hanya 500 NTU dan batas standar kekeruhan air baku sesuai SK Gubernur DKI Jakarta nomor 582 tahun 1995 hanya berada di level 100 NTU.
"Jauh dari batas baku mutu yang ditetapkan. Oleh karena itu, ada upaya untuk menstabilkan kandungannya. Salah satunya dengan membangun sipon di Kali Bekasi yang menjadi pusat pencemaran pasokan air dari Jatiluhur," ungkap Alamsyah Panjaitan, Manager Produksi PAM Jaya di Bendungan Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, Selasa (27/7).
Alamsyah mengatakan, pembangunan sipon itu akan dimulai Agustus 2010 sampai selesai Desember 2012 oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane dengan anggaran pembangunan sekitar Rp 21 miliar. "Syphon itu berfungsi melakukan penyaringan dari air yang tercemar limbah dengan air yang menjadi pasokan air baku untuk pengelolaan air bersih Jakarta. Sehingga baku mutu bisa kembali ke standar 100 NTU," katanya.
Terkait dengan pencemaran pasokan air baku, Sutisna Pikra Saleh, Kepala Biro Bina Observasi dan Konservasi Perum Jasa Tirta (PJT) II mengatakan, pencemaran yang terjadi di Kali Bekasi merupakan tanggung jawab bersama. PJT II hanya memiliki kewenangan di tataran suplai air baku. Sementara dengan aktivitas pencemaran tanggung jawap instansi terkait seperti BPLHD dan pemerintah provinsi setempat. "Kita tak langsung lepas tangan, PJT II sudah membangun koordinasi dengan instansi terkait untuk secara bersama melakukan penanggulangan," ungkap Sutisna.
Sutisna mensinyalir, pencemaran Kali Bekasi disebabkan daerah tersebut sedang dalam tahap pertumbuhan. Tercatat ada sekitar 20 industri yang diduga membuang limbahnya langsung ke kali. Padahal, air baku yang dialirkan dari Jatiluhur sampai ke Bendungan Curug hingga mengalir ke Tarum Kanal Barat memiliki kekeruhan standar baku mutu.
Selain limbah industri, Kali Bekasi juga dicemari dengan limbah rumah tangga dan banyaknya MCK gantung di sepanjang bantaran kali. Hal itu menyebabkan kandungan bakteri e-coli menjadi tinggi. "Jadi kembali lagi dengan sistem pengelolaan pihak operator air bersih di Jakarta. Mereka harus meningkatkan kualitas mesin pengelolanya. Karena menyadarkan perilaku negatif masyarakat membutuhkan waktu lama," jelasnya.
Senior Manager Production and Trunk Main PT Aetra Air Jakarta, HM Limbong, mengungkapkan, kuantitas pasokan air baku dari Bendungan Jatiluhur selama ini tidak ada masalah yakni hingga 9.200 liter per detik dengan angka hasil produksi sebesar 8.700 liter per detik. Namun, kualitasnya yang menyebabkan distribusi air bersih di Jakarta menurun hingga ke level yang mengkhawatirkan. "Periode Mei-April 2010 kualitas air berada di titik kulminasi, kekeruhan air baku yang kita terima mencapai angka 28 ribu NTU," kata Limbong.
Pihaknya berharap, dengan pembangunan sipon di Kali Bekasi akan mampu meminimalisir masalah kualitas air baku. Dari kondisi itu, PT Aetra Air Jakarta hingga Juli 2010 ini telah mengalami 17 kali penurunan kualitas pelayanan hingga 5 persen dari kapasitas produksi karena kekeruhan air baku yang diterima lebih dari 10 ribu NTU. Kondisi itu menyebabkan waktu operasi sepanjang 2010 juga mengalami gangguan hingga 2.783 jam. "Gangguan produksi didominasi dengan kualitas air baku hingga 43 persen. Puncaknya, kami tidak melakukan produksi pada Februari karena kekeruhan mencapai angka 28 ribu NTU," tandasnya. (red/*bj)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar