SAMARINDA, MP - Puluhan wartawan yang tergabung dalam "Solidaritas Aksi Wartawan dan Masyarakat Samarinda" melakukan unjuk rasa di depan Mal Lembusuana untuk memberikan dukungan moral kepada Prita Mulyasari (32) yang dipenjara karena mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit OMNI Internasional.
"UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik (ITE) harus segera dicabut. Ini adalah salah satu bentuk upaya mengekang kebebasan orang dalam mengungkapkan pendapat," kata Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Alfarobbi di Samarinda.
Alfa tak habis pikir mengapa hanya gara-gara mencurahkan isi hatinya di internet, Prita harus dijebloskan ke penjara.
Prita dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang isinya, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".
Gara-gara mengeluhkan layanan rumah sakit itu di sebuah milis, Prita "dititipkan" di penjara. Dia juga diancam hukuman penjara maksimal enam tahun dan atau denda maksimal Rp 1 miliar
Puluhan wartawan itu itu menggelar orasi yang mengutuk tindakan PN Tangerang itu. Sebelumnya, melalui email, Prita melakukan curhat (curahan hati) melalui internet teman-temannya namun phak manajemen RS melakukan gugatan karena korban dianggap melakukan pencemaran nama baik.
Wartawan tersebut juga sebelumnya meneriakkan yel-yel secepatnya Prita dibebaskan dan pihak rumah sakit yang harus minta maaf kepada Prita. Mereka juga meneriakkan yel-yel agar UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Teknologi Elektronik (ITE) segera dicabut.
Alasannya, UU tersebut dianggap mengebiri kebebasan berekspresi seseorang yang dituangkan dalam bentuk e-mail maupun facebook. Padahal melalui teknologi elektronik itu seseorang bisa dengan cepat mencurahkan keluhan atau ungkapan lainnya kepada teman-temanya.
"Kami mendesak agar UU itu segera dicabut dan meminta agar pengadilan membeskan Prita Mulyasari. Ia juga menyinggung pengadilan salah dalam menerapkan UU tersebut, karena UU itu baru berlaku efektif pada 2010," katanya.
Dalam aksi tersebut, sejumlah wartawan membawa poster yang beragam tulisan, antara lain "Curhat kok dilarang!", "Konsumen Bicara Masuk Penjara", "Kasus Prita Korban Ketidakadilan Hukum", "Bebaskan Kami dari UU Anti HAM", "Cabut UU ITE", "Solidaritas Wartawan Samarinda untuk Prita" dan sejumlah sepanduk lainnya.
Sementara itu, Kahar Albahri, salah satu LSM di Samarinda yang bergabung dalam aksi tersebut mengatakan perlakuan terhadap Prita sangat tidak berkeperimanusaan, karena seorang ibu yang memiliki dua balita harus dipisahkan anak-anaknya hanya gara-gara mengeluhkan pelayanan RS saat ia menjadi pasien.
"Konsumen berhak mendapat kejelasan dari apa yang dibeli juga berhak mengeluhkan atas barang atau jasa yang telah dibeli. Prita adalah pasien, itu artinya Prita juga konsumen. Ini adalah suatu kejanggalan, ada konsumen yang mengeluh lantas dipenjara," katanya.
Menurut Oca, panggilan akrab Kahar Albahri bahwa Prita adalah salah satu contoh masyarakat yang menjadi korban dari penerapan UU yang tidak berpihak pada kebebasan berekspresi.
"Hari ini korbannya adalah Prita, ibu rumah tangga. Besok bisa saja ibu kita, besok lagi kita dan besoknya lagi bisa saja wartawan yang jadi korban," ujarnya.** (rus/pat/ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar