MADIUN, MP - Bekerja sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) masih menjadi primadona bagi sebagian warga Indonesia dan salah satu sektor andalan pemasukan devisa yang cukup tinggi bagi negara. Data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) pada 30 Juni 2009 menyebutkan, target penempatan TKI tahun 2007 mencapai 750 ribu jiwa dan terealisasi sebanyak 644.190 jiwa dengan berbagai negara tujuan.
"Angka ini meningkat di tahun 2008, dengan target penempatan mencapai satu juta jiwa dan terealisasikan sebanyak 748.000 jiwa dengan jumlah pengiriman uang (remiten) mencapai Rp130 triliun," ujar Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun, Dr. Subadi, SH, Mhum, selaku narasumber pada Seminar Kerjasama ASEAN dalam Upaya Melindungi dan Meningkatkan TKI, di Madiun.
Sayangnya, menurut dia, angka fantastis tersebut belum didukung sistem perlindungan TKI yang berada di luar negeri.
"Hingga kini masih banyak ditemui kasus kekerasan yang menimpa TKI di luar negeri, baik untuk sektor formal maupun informal," katanya.
Pemerintah Indonesia melalui Departemen Tenaga Kerja mengeluarkan instruksi untuk menghentikan sementara pengiriman TKI ke Malaysia karena kasus penganiayaan TKI di negara tersebut banyak terjadi dalam beberapa tahun terakhir.
"Pemerintah dan pihak terkait diminta segera melakukan suatu perubahan terkait sistem perlindungan terhadap TKI di luar negeri. Jika perlu undang-undang tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri yang sudah ada, yakni UU Nomor 39 tahun 2004 ditinjau kembali," katanya.
Selain undang-undangnya, lanjut Subadi, sistem perekrutan TKI juga harus diperbaiki. Praktik-praktik calo TKI harus dibasmi, karena hanya berorientasi pada keuntungan semata, tanpa memperhatikan hak asasi manusia.
"Pihak terkait harus turun tangan dan bertindak tegas terhadap pelanggaran yang selama ini banyak dilakukan oleh perusahaan pengerah jasa TKI (PJTKI) yang nakal. Masyarakat harus diberikan sosialisasi cara perekrutan TKI yang benar dan jangan dipersulit," ujarnya.
Selain itu, pemerintah dan pihak terkait juga ikut terlibat dalam memberikan pelatihan terhadap sumber daya manusia (SDM) yang akan dikirim, sehingga memberikan bekal saat bekerja di negeri orang lain.
"Yang tidak kalah penting adalah, aktif mendata calon TKI yang ada dan jumlah kedatangan TKI yang akan kembali ke tanah air. Hal ini untuk menghindari praktik TKI ilegal," katanya menambahkan.
Sementara itu data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Madiun, menyebutkan, jumlah kiriman uang TKI asal Kabupaten Madiun, dari berbagai negara tujuan selama tahun 2008 juga cukup besar, yakni mencapai Rp11,211 miliar.
"Jumlah tersebut terus mengalami kenaikan sejak tahun 2005. Para TKI ini mengirimkan uangnya dengan menggunakan jasa bank, jasa biro pengiriman dari luar negeri atau melalui "money changer"," ujar Kepala Bidang Penempatan, Latihan, dan Produktivitas Tenaga Kerja (Pentalattas), Disnakertrans Kabupaten Madiun, Suhartanto.
Menurut dia, jumlah tersebut diperkirakan akan mengalami kenaikan pada tahun 2009, meski saat ini pemerintah pusat tengah melakukan penghentian sementara pemberangkatan TKI informal ke Malaysia.
Jumlah keberangkatan TKI tahun 2007 sebanyak 2.453 orang dengan besarnya uang kiriman TKI mencapai Rp11,725 miliar. Lalu tahun 2008, jumlah pengiriman TKI mencapai 2.002 orang dengan jumlah kiriman uang mencapai Rp11,211 miliar.
Sedangkan jumlah kasus TKI yang ditangani tahun 2008 tercatat sebanyak 64 kasus dan hingga Juni 2009 tercatat baru sebanyak 21 kasus. Kasus yang ditangani umumnya karena tidak cocok dengan majikan, gaji belum dibayarkan, diminta pulang oleh keluarga, pindah agen, beban pekerjaan terlalu berat serta meninggal dunia. (mp/*a)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar